Shalom, Tuhan Memberkati...

"Unggul dan Transformatif"

"
ALLAH MENCARI ORANG YANG BERKUALITAS UNTUK MENJADI MITRA KERJANYA"

Hubungi kami di Rukan Mutiara Marina No. 40 Semarang

Telepon:
024-761 55 81
Hp +62 813 9000 678 6; +62 244 011 3435
Fax 024-76631580.
Email:
smartministry@yahoo.com
sttharvest_semarang@yahoo.com,


Kamis, 06 September 2012

Teologi



KONSEP ALKITAB TENTANG PERJANJIAN 


Pst. Sahat M. Refileo Sinaga, M.Th



I
PENDAHULUAN

            Apakah tugas dari teologi Perjanjian Lama itu?  Tugas teologi Perjanjian Lama adalah mempelajari arti lampau/historis dan arti kini dari teks Alkitab.  Namun demikian, persoalan belum selesai, karena ada pertanyaan yang lebih rumit: apakah ada tema sentral yang menyatukan semua konsep/tema-tema yang terdapat dalam Perjanjian Lama?
            Berbicara tentang tema sentral, para ahli berbeda pendapat.  Ada yang percaya bahwa ada tema sentral, namun  belum ada persetujuan  tentang apa tema sentral.  Akan tetapi jika tidak ada persetujuan tentang tema sentral maka harus dinyatakan, apakah ada tema yang sentral?  Di pihak lain, ada yang percaya bahwa tidak ada tema sentral.  Mereka berpendapat bahwa ada beberapa tema sentral yang saling berhubungan, misalnya keselamatan, kerajaan, perjanjian, dan sebagianya.
            Dalam makalah ini saya tidak akan berdebat tentang ada atau tidak ada tema sentral.  Namun saya memilih satu tema penting yang tampak jelas dalam Perjanjian Lama yaitu Perjanjian (Covenant).  Ralp L. Smith mengatakan, Perjanjian dan Hukum (Covenant and law) adalah dua istilah yang sangat penting dalam Perjanjian Lama.  Itu menjadi pusat jantung keyakinan Iman orang Israel.  Jika ingin memahami Perjanjian Lama, maka harus mengerti tentang konsep perjanjian (covenant).[1]  Oleh karena itu, dalam makalah singkat ini, dengan metodologi Biblical Theology[2] yang saya uraikan adalah konsep Alkitab tentang perjanjian, perkembangannya hingga masuk dalam Perjanjian Baru.
II
LATAR BELAKANG DAN PENGERTIAN
KONSEP COVENANT[3]

Dalam Israel kuno ada suatu pandangan bahwa segala perjanjian yang diadakan Allah dengan umat-Nya didasarkan kepada perjanjian kekal, dan segala sesuatu akan berlangsung dalam perjanjian kekal tersebut.[4]  Itulah sebabnya, para teolog berpandangan bahwa hubungan Allah dengan umat-Nya disepanjang Alkitab dilukiskan dalam satu kata, yaitu covenant.  Covenant itu menjadi dasar  tindakan Allah terhadap sejarah perjalanan umat-Nya.    
            Konsep covenant menjadi sangat penting untuk dipahami karena secara fakta bahwa Alkitab sejak akhir abad kedua Masehi oleh Gereja dibagi menjadi dua, yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.  Istilah ‘perjanjian’ (covenant) dalam bahasa Latin diterjemakan testamentum.  Dari sana muncul sebutan Old Testament (Perjanjian Lama) dan New Testament (Perjanjian baru).  Maka kita dapat menyebut Alkitab sebagai Old Covenant dan New Covenant.  Dimana covenant adalah inti dari pemahaman orang Israel tentang hubungan mereka dengan Allah.  Allah senantiasa membuat ikatan covenant dengan umat-Nya.  Covenant itu bertumpu pada janji-janji Allah, yang dimulai dari penciptaan sampai kepada masa nabi-nabi.[5]  Bahkan menjangkau hingga Perjanjian Baru, dimana Allah membuat covenant yang baru dengan umat-Nya seperti yang dinubuatkan dalam Yeremia 31:31-34.
            Kata dasar untuk covenant dalam bahasa Ibrani adalah berit.  Kata yang biasa digunakan dalam Septuaginta (LXX) dan Perjanjian Baru Yunani untuk covenant adalah sunatheke (persetujuan antara dua pihak yang sederajat) dan diatheke (persetujuan antara dua pihak yang tidak sederajat).  Diatheke adalah macam covenant (persetujuan) yang kita miliki dengan Allah.[6]  Istilah Covenant adalah kata yang sudah sangat kuno.  Kata itu berhubungan dengan peneguhan sebuah hubungan secara formal antara dua belah pihak. Covenant memainkan peran yang sangat penting dalam sejarah Timur Dekat Kuno (history of ancient Near East). Terdapat covenant antara individu (bdk. Kejadian 26:28; 31:41), antara bangsa (bdk. 1 Raja 5:12), dan antara Allah dengan manusia (bdk. Kejadian 15-17).
            Pakar arkeologi telah menemukan sejumlah dokumen covenant ditulis dalam bahasa Akadia (bahasa bangsa Asyur dan Babilon) yang sangat menolong dalam bahan perbandingan dengan covenant-covenant dalam Alkitab.  Misalnya, dalam covenant Raja Besar (raja dari negeri yang lebih berkuasa) mengambil inisiatif untuk mengadakan hubungan dengan seorang Raja Kecil (raja negeri yang kurang berkuasa).  Covenant itu meneguhkan hubungan antara kedua negara, dimana hubungan itu adalah antara dua pihak yang tidak setara.  Dalam covenant dibuat hukum-hukum yang mengatur hubungan masa depan kedua negara.  Biasanya, Raja Kecil diminta menolong Raja Besar ketika Raja Besar diserang oleh musuh, dan Raja Besar akan membela Raja Kecil jika diserang oleh musuhnya.  Dari hukum covenant yang dibuat ada konsekuensi, yaitu berkat dan kutuk.  Kalau satu pihak melanggar covenant maka ia akan dikutuk.  Sebaliknya jika mereka menaati hukum maka mereka akan menerima berkat.
            Penyelidikan arkeologi telah memberikan informasi bahwa covenant dalam Alkitab memiliki kemiripan dengan covenant dalam sejarah Timur Dekat kuno.  Dengan kata lain, konsep covenant dalam Alkitab berhubungan dengan covenant dari Timur Dekat kuno.  Hal ini terjadi karena Allah memakai konsep dari dunia kuno untuk berkomunikasi dengan umat-Nya.  Namun yang penting dalam Alkitab hubungan covenant antara Allah dengan manusia jauh berbeda dengan covenant antara dua orang.   Allah adalah pencipta manusia, maka sebenarnya Dia tidak perlu mengadakan  “persetujuan” dengan ciptaan-Nya.  Bahkan Allah yang berinisiatif, yang menenguhkan, yang menentukan persyaratan, dan yang memelihara hubungan dengan umat-Nya.  Allah berdaulat dalam hubungan covenant tersebut.   Allah adalah Raja Besar (mahasuperior) yang membuat covenant untuk membangun persekutuan dengan umat-Nya yang berdosa (mahainferior).[7]
            Covenant yang sesungguhnya termasuk penumpahan darah dari pihak-pihak yang mengadakan “persetujuan”.  Pemakaian darah dalam proses mengikat covenant terlihat dalam Keluaran 24:3-8.  Hewan korban yang dipersembahkan kepada Tuhan Allah, sebagian dibakar habis dan sebagain lagi dimakan sebagai simbol persekutuan dengan Allah.   Konsep simbolis tersebut  diteruskan oleh Yesus Kristus sebagaimana ada dalam Perjamuan Tuhan (Lord’s Supper).  Mengenai darah dari hewan korban, dikatakan sebagai berikut:
            Sesuadah itu Musa mengambil sebagian dari darah itu, lalu ditaruhnya ke dalam pasu , sebagian lagi dari darah itu disiramkannya pada mezbah itu.  Diambilnyalah kitab perjanjian itu, lalu dibacakannya dengan didengar oleh bangsa itu dan mereka berkata: “Segala firman TUHAN akan kami lakukan dan akan kami dengarkan.”  Kemudian Musa mengambil darah itu dan menyiramkannya pada bangsa itu serta berkata: “Inilah darah perjanjian yang diadakan TUHAN dengan kamu, berdasarkan segala firman ini” (Keluaran 24:6-8).

            Masyarakat kuno percaya bahwa nyawa (kehidupan) ada dalam darah.  Itu sebabnya makan darah dilarang karena darah (nyawa) adalah kepunyaan Allah.  Yang pertama dan sangat penting dalam pengorbanan adalah memotong hewan korban dan menumpahkan darah (nyawa)nya untuk Allah.  Dalam prosesi Covenant Allah dengan orang Isarel di Sinai (Sinai Covenant), Musa menyiramkan setengah darah itu ke Mezbah sebagai repesentasi Allah, sebagai pihak yang pertama.  Dan setengah lagi dari darah itu, ia siramkan (secara simbolik) kepada umat sebagai pihak yang kedua.  Maka sebagaimana Sinai Covenant dimateraikan dengan darah, demikian juga New Covenant (Perjanjian Baru) dimateraikan oleh darah Yesus Kristus.
            Istilah karat berit (cut a covenant) secara faktual menunjukkan tindakan memotong hewan menjadi dua bagian dan hal itu dilakukan untuk mensahkan covenant.  Karat berit nampak dalam Kejadian 15 dimana Allah mengikat covenant dengan Abraham.  Upacara itu dilakukan dengan penuh hikmat.  Namun yang sangat penting dalam covenant adalah adanya unsur hak dan kewajiban.  Dalam Covenant Allah dengan Abraham, hanya Allah yang lewat diantara potongan-potongan hewan korban.  Ini berarti Allah sebagai pihak pertama yang sangat berotoritas menjamin bahwa Dia akan memenuhi covenant yang Dia buat dengan Abraham.[8]
            Untuk memperjelas pengertian kita tentang  covenant Allah dengan umat-Nya, perlu ditegaskan bahwa inti dari covenant adalah sebuah persekutuan.  Allah membuat suatu persekutuan pribadi dengan umat-Nya ketika Ia membuat sebuah covenant.  Pernyataan yang sangat penting untuk melukiskan covenant dalam Alkitab adalah “Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku” (Kejadian 17:7; Ulangan 7:6; 29:12-13).
Menurut Robertson sebuah covenant adalah “sebuah ikatan dalam darah yang diadakan berdasarkan kedaulatan Tuhan Allah.”[9]   Namun, orang berdosa tidak dapat bersekutu dengan Allah.  Itulah sebabnya Covenant disertai penumpahan darah hewan korban.  Dalam kaitan dengan New Covenant, maka dapat disebutkan bahwa dalam Old Covenant kita dapat melihat kematian Kristus dalam lambang penumpahan darah hewan.
            Covenant adalah inti pemahaman umat Israel tentang hubungan mereka dengan Allah.  Covenant itu adalah inisiatif dari Allah sebagai pihak yang lebih unggul yang ditandai dengan pemberian janji-janji kepada umat-Nya sebagai pihak yang lebih lemah.
Dalam Kitab Kejadian, setelah Allah menciptakan Adam dan Hawa, Ia memberkati manusia itu (Kejadian 1:26-28).  Tindakan Allah yang memberkati dapat dipandang sebagai covenant; “persetujuan” antara dua pihak yakni Allah yang memberkati dan dipihak lain manusia berhak menerima berkat.  Demikian juga ketika manusia pertama itu jatuh ke dalam dosa, Allah mengikat covenant, dimana Allah turun menjumpai manusia di Taman Eden dan berjanji bahwa keturunan perempuan itu akan meremukkan kepala si ular, yang mempunyai andil dalam menyebabkan manusia jatuh dalam dosa (Kejadian 3:8-15).
            Covenant yang diikat Allah selalu didasarkan kepada rencana abadi Allah, yaitu rencana untuk menyelamatkan semua umat manusia berdasarkan kasih anugrah dan kesetiaan Allah (Ulangan 7:9, 12; I Samuel 20:8; Mazmur 89:29; 106:45).  Oleh karena itu covenant selalu terkait dengan pemilihan.  Dengan kata lain, ada ‘persetujuan’ yang sangat istimewa antara Allah yang memilih dan manusia (bangsa) yang terpilih.[10]  Allahlah yang memberikan covenant.  Ia mengikat covenant itu dengan orang pilihan-Nya.  Ia memberikannya dengan tidak memaksa, melainkan menawarkan berdasarkan anugrah.[11]  Di dalam perjalanan sejarah bangsa Israel, covenant adalah persetujuan istimewa yang menghubungkan kedua pihak, Allah dan umat-Nya, ikatan yang berdasarkan sumpah. 
           

III
COVENANT ANTARA ALLAH DAN UMAT-NYA

Di dalam Perjanjian Lama ada berapa ikatan covenant yang sangat penting sebagaimana diuraikan berikut ini.  Namun penting untuk dimengerti bahwa Allah telah mengikat covenant dengan orang pilihan-Nya sebelum Allah mengikat Covenant dengan Israel.  Ini menunjukkan bahwa covenant itu meliputi seluruh bumi (tidak terbatas hanya dengan Isarel) dan keabsahannya kekal selamanya.

A.  COVENANT ALLAH DENGAN NUH
Covenant dengan Nuh adalah suatu covenant berdasarkan anugrah.  Itulah sebabnya dalam covenant itu tidak ada persyaratan khusus bagi orang yang menerima covenant Allah tersebut[12].  Covenant dengan Nuh itu menjadi sangat jelas setelah peristiwa air bah.  Ketika masa air bah selesai, Nuh keluar dari bahtera dan mendirikan mezbah serta mempersembahkan korban bakaran kepada Allah sebagai rasa syukur atas keselamatan yang dia terima sekeluarga.[13]
            Persembahan Nuh menyenangkan hati Allah, dan dalam hati-Nya Allah berfirman: “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Aku lakukan” (Kejadian 8:21).  Allah tidak akan menghukum kejahatan manusia lagi dengan air bah dan tidak akan membinasakan segala yang hidup. 
            Sesudah Allah mengambil keputusan itu, Ia berfirman kepada Nuh dan anak-anaknya: “Beranakcuculah dan bertambah banyaklah serta penuhilah bumi” (Kejadian 9:1).  Hal ini mengingatkan kita kepada berkat yang diberikan Allah kepada manusia pertama, Adam dan Hawa (Kejadian 1:28).  Berkat itu diulangi dan diperbaharui.  Bumi harus didiami lagi oleh manusia dan binatang, mereka harus berkembangbiak untuk memenuhi bumi sampai penuh.[14]
            Sebenarnya sebelum peristiwa air bahpun Allah telah berfirman kepada Nuh: “Tetapi dengan engkau, Aku mengadakan perjanjian-Ku . . .” (Kejadian 6:18). Perjanjian itu  ditegaskan Allah dengan menyelamatkan Nuh dan keluarganya.  Kemudian covenant itu dimateraikan setelah air bah (Kejadian 9:1-17).  Covenant itu adalah inisiatif Allah.  Allah berfirman bahwa Ia akan mengikat covenant dengan Nuh dan dengan segala makhluk hidup.  Jangkauan covenant itu tidak hanya kepada Nuh dan keluarganya melainkan bersifat universal (termasuk untuk segala makhluk).[15]
            Covenant Allah dengan Nuh, gagasannya sudah tersirat di dalam ‘persetujuan’ yang dibuat dengan Adam dan Hawa (Kejadian 3:15), covenant itu diulangi dan ditegaskan kepada Nuh.  Untuk itu Allah memberikan tanda untuk covenant yang diikat-Nya: “Inilah tanda perjanjian yang Kuadakan antara Aku dan kamu serta segala makhluk yang hidup yang bersama-sama dengan kamu turun temurun, untuk selamanya: Busur-Ku Kutaruh di awan supaya itu menjadi tanda perjanjian antara Aku dan bumi” (Kejadian 9:12-13).
            Covenant Allah dengan Nuh adalah covenant dengan seluruh bumi.  Tanda covenant itu adalah pelangi.  Setiap kali manusia melihat pelangi, ia akan diyakinkan mengenai kesetiaan Allah yang selalu menepati firman-Nya.  Allah mengadakan covenant dengan segenap manusia melalui Nuh, dalam covenant itu Ia memberi jaminan tentang kasih setia-Nya, Ia memberi jaminan untuk karunia-Nya, bahkan manusia tidak akan musnah lagi oleh air bah. [16]

B.  COVENANT ALLAH DENGAN ABRAHAM
Dasar covenant Allah dengan Abraham adalah pemilihan dan pemanggilannya.  Covenant Allah itu dijelaskan dalam Kejadian 12:1-3.  Allah memanggil Abraham untuk meninggalkan negerinya serta berjanji akan menjadikannya bangsa yang besar yang menjadi berkat bagi seluruh dunia.  Intinya Abraham telah mengalami pertemuan dengan Allah dan memiliki hubungan pribadi yang dikukuhkan dengan ikatan covenant, dimana Allah mengikatkan diri dalam kesetiaan kepada Abraham.[17]
            Covenant itu selalu didasarkan kepada kesetiaan Allah.  Hal itu terlihat dengan jelas karena Allah berulangkali berjanji dengan Abraham.  Dengan demikian Allah menjadi terikat untuk melaksanakan seluruh janji-Nya.[18]  Untuk mengukuhkan ikatan covenant itu, Allah mengundang Abraham untuk melakukan sebuah upacara khidmat pemotongan hewan korban (karat berit)  sebagaimana diuraikan dalam Kejadian 15:7-21 sebagai tanda bahwa Allah sendiri yang mensahkan covenant tersebut. “Ketika matahari telah terbenam dan hari menjadi gelap, maka kelihatanlah perapian yang berasap beserta suluh yang berapi lewat diantara potongan-potongan daging itu.  Pada hari itulah TUHAN mengadakan perjanjian dengan Abraham serta berfirman . . .” (Kejadian 15:17-18).
            Sekali lagi inisiatif Allah; Allah berjanji memberikan tanah Kanaan, Abraham akan menjadi bapa suatu bangsa yang besar dan Allah berjanji menjadi Allah mereka (Kejadian 12:2-3; 13:14-17; 17:7).  Covenant dengan Abraham adalah covenant yang didasarkan kepada janji-janji Allah.  Covenant itu penuh kasih karunia sebab covenant itu bukan antara dua pihak yang sederajat.  D.P. Brooks mengatakan bahwa didasarkan kepada iman dan kesetiaan Abraham dan tujuan Allah maka covenan itu tidak bersyarat.  Pemenuhan janji-janji Allah tidak bergantung atas kewajiban yang bebankan kepada Abraham dan keturunannya.[19]
            Akhirnya covenant itu menjadi kekal untuk keturunannya (Kejadian 17:19), Ishak dan Yakub secara khusus disebutkan sebagai keturunan yang menjadi ahli waris covenant tersebut (Kejadian 17:21).  Covenant Allah dengan Abraham diulangi lagi oleh Allah dengan Ishak (Kejadian 26:1-5) dan dengan Yakub (Kejadian 28:10-15).  Dalam hal ini Abraham dan keturunannya harus merespon covenant itu dengan penuh kesetiaan sehingga Allah tetap mereka kenal dan mereka tetap menjadi umat-Nya (Kejadian 17:10).  Sebagai tanda ikatan covenant, Allah memberi tanda sunat.
Sunat adalah jaminan bahwa Allah setia memegang janji-janji-Nya sepanjang waktu, sunat harus menjadi tanda pengenal bagi yang ambil bagian dalam covenant Allah dengan Abraham dan keturunnannya, sunat menjadi tanda bahwa umat-Nya setia terhadap covenant –Nya.  Jika keturunan laki-laki dari Abraham tidak disunat berarti ia memutuskan ikatan covenant dengan Allah, maka orang tersebut akan mengalami kutuk, ia akan mati karena melanggar perintah Allah.

C.    COVENANT ALLAH DENGAN MUSA
Covenant ini adalah kelanjutan dari covenant yang dibuat Allah dengan leluhur Israel.  Meskipun disebut sebagai covenant Allah dengan Musa, covenant ini adalah antara Allah dengan umat Isarel, keturunan Abraham; covenant itu diikat Allah dengan umat Israel melalui Musa. Bangsa Isarel dipilih oleh Allah dan dilepaskan dari perbudakan Mesir (Keluaran 15:4).  Dasarnya adalah kasih Allah kepada mereka (Keluaran 7:6-8) dan covenant-Nya dengan leluhur: “Allah mendengar mereka mengerang, lalu Ia mengingat kepada perjanjian-Nya dengan. Maka Allah melihat orang Israel itu, dan Allah memperhatikan mereka” (Keluaran 2:24-25).  Selanjutnya Allah mengutus Musa dengan berkata: “Bukan saja Aku telah mengadakan perjanjianku dengan mereka untuk memberikan kepada mereka tanah Kanaan, tempat mereka tinggal sebagai orang asing, tetapi Aku juga telah mendengar erang orang Isarel yang telah diperbudak oleh orang Mesir, dan Aku ingat kepada perjanjian-Ku” (Keluaran 6:3-4).  Pembebasan dari perbudakan adalah agar mereka beribadah kepada Allah dalam kesucian dan kebenaran.[20]
            Covenant dengan Musa (Sinai covenant) memiliki karakteristik yang mirip dengan covenant yang terdapat di daerah Timur Dekat kuno.  Allah yang Mahasuperior mengikat covenant dengan orang yang inferior.  Ia memberikan janji-janji kepada Isarel: Dia akan menjadi Allah mereka; Dia akan melindungi mereka; dan Dia akan membawa mereka masuk ke tanah perjanjian (bdk. Keluaran 6:5-7).  Dalam perjalanan keluar dari Mesir, orang Isarel dituntun Allah dengan berbagai cara menuju tanah perjanjian (the Promise Land).  Ketika mereka samapai di gunung Sinai Allah menampakkan diri-Nya sebagai “Allahnya orang Isarel” dan bertemu dengan orang Israel sebagai “umat TUHAN”.  Allah membangkitkan kerelaan orang Israel untuk menyanggupi panggilan dan tugasnya selaku umat TUHAN; Allah mengikat covenant dengan Israel di gunung tersebut.[21]  Orang Isarel dengan penuh sukacita meratifikasi janji-janji Allah tersebut.  Adapun tujuan dari covenant itu menurut Keluaran 19:5-6 adalah supaya bangsa Israel menjadi harta kesayangan TUHAN sendiri dari antara segala bangsa; supaya bangsa Israel menjadi kerajaan imam bagi TUHAN; dan supaya bangsa Israel menjadi bangsa yang kudus.  Maksud ketiga tujuan itu adalah Allah akan memakai bangsa Israel sebagai pengantara dan saluran berkat keselamatan bagi bangsa-bangsa lain.[22]
            Ini  adalah suatu covenant yang bersyarat karena penggenapan janji-janji Allah di satu sisi menuntut kesetiaan orang Isarel untuk memelihara covenant.  Keluaran 20 mengungkapkan janji Allah bahwa Ia akan menjadi Allah Israel dan diikuti dengan pemberian Hukum Taurat.  Hal itu mengungkapkan nature moral Allah dan kewajiban orang Israel bagaimana mereka harus hidup dalam persekutuan dengan Allah sesuai dengan covenant yang telah dibuat.  Dengan covenant itu, status orang Isarel dihadapan Allah berubah dari budak menjadi umat pilihan dan dibawa masuk ke tanah Kanaan.  Jadi covenant Allah di Sinai berkaitan erat dengan hukum.  Ralp L. Smith menyebutnya sebagai the Sinai Covenant and the Law.(Ex, hl.35).[23]  Covenant Sinai tersebut diuraikan dalam Keluaran 19-24 dimana nyata ada kaitan antara covenant dengan hukum sebagai berikut:
1.      Orang Isarel tiba dan berkemah di Sinai (19:1-2).
2.      Rancangan Allah tentang covenant dengan Isarel (19:3-6).
3.      Israel merespon bahwa akan menerimanya, (19:7-8).
4.      Persiapan untuk menerima covenant (19:9-25).
5.      Memproklamasikan Sepuluh Firman Tuhan atau dekalog (20:1-17).
6.      Musa sebagai mediator dari covenant (20:18-21).
7.      Syarat-syarat lebih lanjut tentang covenant (20:22-23:33).
8.      Ratifikasi covenant (24:1-18).
Dalam covenant itu dibuat ketentuan-ketentan yang pasti dan hal berpegang pada covenant itu diperluas menjadi tanggapan ketaatan Israel atas inisiatif Allah (Keluaran 19:4-5; Ulangan 26:16-19).  Ketentuan itu terdiri dari hukum: “janganlah engkau . . .” dan hukum sebab-akibat: “Jikalau . . . maka engakau akan . . .”  Jika taat mereka akan menikmati berkat dari janji-janji itu, tetapi jika mereka memberontak maka mereka akan menerima kutuk; mereka akan dijauhkan Allah dari hadapan-Nya.
            Covenant itu mengikat kedua pihak.  Orang Irael meratifikasinya dengan berkata: “Segala firman yang telah difirmankan TUHAN itu akan kami lakukan” (Keluaran 24:3-4).  Dalam ceremony covenant itu, Musa mempersembahkan lembu jantan, setengah darah lembu itu dipercikkan ke Mezbah dan setengahnya lagi dipercikkan kepada orang Isarel sambil berkata: “Inilah darah perjanjian yang diikat Tuhan dengan kamu, berdasarkan segala firman ini” (Keluaran 24:5-8).  Ketentuan covenant itu menjadi peraturan hidup yang harus ditaati Israel agar mereka hidup sebagai umat Allah secara kudus sebab Allah adalah kudus (Imamat 19:2).
            Masyarakat kuno percaya bahwa ada banyak dewa-dewi.  Setiap dewa atau dewi memiliki wilayah kekuasaannya.  Masyarakat menyembah dewa matahari, dewi bulan, dewa sungai, dewa laut, dewi kesuburan, dewa perang, dewa/dewi bangsa-bangsa tertentu dan lain sebagainya.  Inti kewajiban yang harus dipatuhi orang Israel dalam Sinai Covenant adalah secara khusus hanya beribadah kepada Allah Isarel.  Jika orang Isarel memiliki berhala atau menyembah dewa-dewi berarti mereka menghancurkan hubungan yang intim antara Allah dengan mereka; merusak covenant.
            Hubungan Allah dengan Israel kini menjadi istimewa.  Dia mengatakan bahwa hanya orang Isarel yang Dia mengenal.  Ingat bahwa kata “mengenal” menunjukkan suatu hubungan personal yang sangat intim. Contoh, “Adam knew Eve his wife, and she conceived and bore Cain” (Genesis 4:1, RSV).  Keintiman hubungan-Nya dengan bangsa Israel adalah khusus.  Ia tidak memiliki hubungan yang intim dengan bangsa-bangsa lain.  Itu sebabnya, orang Isarel harus beribadah hanya kepada Allah, tidak tidak boleh berzinah dengan dewa-dewi bangsa Kanaan.[24]  Hal itulah yang diperingatkan nabi-nabi secara terus menerus, yaitu supaya orang Israel hidup sesuai dengan covenant; memilihara persekutuan yang intim dengan Allah.  Kutuk yang disebutkan dalam Ulangan 27:14-26 dan 28:15-68 akan menimpa mereka yang tidak setia kepada covenant.

Pembaruan Sinai Covenant (Covenant Renewal)
            Covenant Allah dengan orang Israel di Sinai telah rusak karena orang Israel di padang gurun menyembah patung lembu; beribadah kepada berhala/dewa (Keluaran 32:19). Padahal setelah Covenant Sinai diratifikasi (Keluaran 24:1-8), Allah memerintahkan untuk membangun Tabernakel (kemah suci) supaya kehadiran Allah dapat berdiam di tengah-tengah mereka.  Namun, covenant telah rusak, Tabernakel tidak dapat dibangun dan kehadiran Allah tidak akan berdiam diantara mereka sampai dosa umat ditebus dan covenant diperbarui.
            Dalam bagian akhir Keluaran 32 sampai 33 diungkapkan bagaimana Musa menjadi mediator bagi Isarel untuk mendapat pengampunan dosa dari Allah.  Allah telah menghentikan rencanan-Nya untuk membangun Tabernakel (Keluaran 33:3), namun berubah pikiran dan  menjanjikan bahwa kehadiran-Nya akan ada bersama dengan Musa dan umat Israel di dalam Tabernakel (Keluaran 33:14-17).  Kemudian covenant diperbaiki.  Tuhan berkata kepada Musa untuk membuat dua loh batu seperti dua loh batu yang pertama dan Tuhan akan menuliskan semua firman di atas loh-loh batu itu seperti firman pada dua loh batu yang pertama (Keluaran 34:1).
            Nampaknya setiap generasi bangsa Israel diharapkan memperbarui komitmen mereka untuk memelihara covenant.  Ketika Yosua memimpin masuk umat Isarel ke tanah Perjanjian, ia mengumpulkan perwakilan dari setiap suku Israel dan mengingatkan mereka terhadap kesetiaan Allah dalam memenuhi janji-Nya.  Kemudian ia mengundang umat Israel untuk memilih: beribadah hanya kepada Allah dengan setia atau tidak.  Ia mendorong umat Israel agar komitmen memelihara covenant (lihat Yosua 24:14-15).
            Setiap generasi dihadapkan pada situasi yang baru.  Di tanah Kanaan orang Israel menjadi petani. Disana penuh dengan berhala dan dicobai untuk ikut beribadah kepada Baal.[25] Oleh karena itu, para pemimpin dan nabi-nabi mengingatkan untuk terus memelihara dan melakukan Hukum Taurat sesuai dengan covenant yang telah dibuat.  Dengan demikian, sedikit demi sedikit, orang Israel hidup sesuai dengan kehendak dan kekudusan Allah, memiliki etika dan moral yang sejalan dengan ikatan covenant sehingga pengaruh agama Kanaan akan hilang.
            Dalam masa raja Yosia, ia mengadakan pembaruan komitmen di Yehuda.  Ia mengumpulkan umat dan memperbarui komitmen  mereka akan covenant dengan Tuhan.  II Raja-Raja mencatat pembacaan Hukum Taurat dan komitmen yang dibuat supaya umat hidup menaati dan memelihara covenant. 

D.  COVENANT ALLAH DENGAN DAUD
            Covenant dengan Daud adalah kelanjutan dari janji-janji Allah kepada leluhur Israel.  Di dalam Daud janji itu dipenuhi, diperbaharui dan diperluas.  Melalui nabi Natan janji diberikan kepada Daud (II Samuel 7:12-17). Kata covenant tidak ada dalam ayat tersebut tetapi konsepnya ada.
Setelah Daud mengalami kesuksesan dalam kerajaannya, ia bermaksud mendirikan Bait Allah supaya umat Israel dapat menyembah Allah disana. Tetapi nabi Natan menyampaikan Firman Tuhan bahwa Daud tidak boleh membangun Bait Allah, ia hanya boleh mempersiapkan semua materi yang dibutuhkan, dan anaknya, Salomo yang akan membangun Bait Allah tersebut.  Natan menyampaikan firman Tuhan kepada Daud: “Would you build me a house. . .?” (2 Sam. 7:5, RSV); “Moreover the Lord declares . . . that the Lord will make you a house. . . and . . . will estabalish the throne of his kingdom for ever” (2 Sam. 7:11,13).
Dalam Kitab Mazmur, covenant Allah dengan Daud diuraikan dengan cara yang hampir sama dengan covenant-Nya kepada Abraham.  Inisiatif dari Allah sangat jelas karena janji-janji Allah tampil ke depan.  Engkau telah berkata: “Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku: untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun temurun.  . . . Aku juga akan mengangkat dia menjadi anak sulung, menjadi yang mahatinggi diantara raja-raja di bumi.  Aku akan memelihara kasih setiaku bagi dia untuk selama-lamanya, dan perjanjian-Ku teguh bagi dia” (Mazmur 89:3-4; 28-29).
            Sebagaimana covenant dengan leluhur Israel, covenant dengan Daud ini didasarkan kepada anugrah Allah dan tidak bersyarat.  Dalam masa kemudian, orang Yehuda berpikir bahwa covenant dengan Daud ini adalah pengulangan dari Sinai Covenant.  Dengan kata lain, covenant dengan Daud dihubungkan dan memperluas Sinai Covenant. 
Dimasa kuno ada pandangan bahwa raja adalah simbolisasi dari umat dan raja mewakili umat dihadapan Allah.  Keselamatan raja dan umat dipandang sebagai identik.  Berarti covenant Allah dengan Daud adalah covenant Allah dengan umat-Nya.  Walaupun covenant Daud tidak bersyarat, namun dalam kaitan dengan Sinai Covenant maka persyaratan yang terdapat dalam Sinai Covennat tetap melekat.
Unsur baru ditambahkan dalam covenant ini, yaitu kerajaan/takhta, ini meliputi negeri yang dijanjikan Allah kepada Abraham.  Kerajaan Daud dijadikan Allah menjadi kepunyaan-Nya secara abadi.  Covenant dengan Daud menonjolkan seorang penguasa kekal: “Anak-Ku engakau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini” (Mazmur 2:7).  Yesaya 55:3-4 menunjukkan perjanjian abadi itu sebagai kasih setia Alah kepada Daud. Maleakhi menyebut tokoh yang sama itu sebagai “utusan-Ku” (Maleakhi 3:1).  Pemerintahan di takhta Daud adalah universal, meliputi semua bangsa sebagaimana dijanjikan Allah kepada Abraham (Bdk. Yesaya 2:2-4), namun kerajaan itu juga akan membawa berkat dan penghukuman (Yesaya 2:9-12).
Selama pelayanan nabi Hosea, Amos, Mikha, Yesaya, dan Yeremia, setiap panggilan untuk bertobat adalah panggilan untuk kembali kepada covenant.  Pertanyaan yang menarik untuk diajukan adalah  mengapa orang Yehuda tidak percaya kepada nubuatan Yeremia, misalnya tentang penghancuran Yerusalem dan pembuangan?  Para ahli Alkitab memberi jawaban dengan mengaitkannya dengan persyaratan dalam covenant Allah dengan umat Isarel di Sinai.  Janji-janji berkat dipenuhi jika umat setia kepada Allah dan hidup sesuai dengan ikatan covenant.  Yeremia secara jelas melihat, bahwa umat-Nya telah mengingkari ikatan covenant dengan Allah, maka mereka akan mengalami kutuk.  Orang Yehuda tidak mau mendengar Yeremia karena adanya pemahaman yang keliru: 1) banyak nabi palsu yang mengatakan bahwa Allah hadir di Bait-Nya di Yerusalem. Itu berarti Allah tidak akan mengijinkan kekuatan manapun akan menghancurkannya; 2) Dalam masyarakat kuno ada keyakinan bahwa dalam kasus perang, bangsa yang bersama dengan Allah yang kuat pasti akan menang.  Karena Allah adalah Mahakuasa maka orang Yehuda percaya bahwa Dia akan menghancurkan semua musuh.  Tidak akan ada bangsa yang dapat mengalahkan umat Tuhan.
Orang Yehuda menolak nubuatan Yeremia karena mereka melupakan Sinai Covenant dan hanya percaya kepada covenant Allah dengan Daud.  Di Yerusalem akan selalu ada putra Daud diatas takhtanya.  Mereka melihat itu sebagai janji yang tak bersyarat.  Namun Yeremia melihatnya dalam kaitan dengan persyaratan dalam Sinai Covenant.  Covenant Allah dengan Daud adalah perluasan dari Covenant Allah dengan Israel di Sinai, maka persyaratan yang ditetapkan oleh Allah tetap melekat.
Sebenarnya dalam covenant dengan Daud, Allah menegaskan bahwa janji-janji-Nya berkaitan dengan takhta/kerajaan akan tetap kokoh apabila ia dan keturunannya tetap setia kepada Tuhan.  Hal itu nampak jelas ketika Allah mengulangi covenant-Nya dengan Daud kepada Salomo (bdk. 1 Raja-raja 9:3-8).  Namun orang Yehuda tidak mau bertobat dan tidak setia kepada ikatan covenant, maka Allah menghukum mereka.  Dan nabiYeremia menubuatkan apa yang  disebut sebagai New Covenant yang akan mewujutkan Old Covenant.


E.  NEW COVENANT (Perjanjian Baru)
Ketika nabi Yeremia melihat bahwa orang Israel telah dibuang[26] dan orang Yehuda akan dihancurkan dan akan dibuang juga, Yeremia mulai berbicara tentang New Covenant.
  “Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka ke luar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman TUHAN.  Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Allah akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.  Dan tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan : Kenallah TUHAN.  Sebab mereka semua, besar kecil akan mengenal Aku, demikianlah firman TUHAN, sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka” (Yeremia 31:31-34).
           
Kepastian akan datangnya New Covenant sangat ditegaskan dengan ungkapan ‘demikianlah firman TUHAN.” Dalam ikatan covenant Allah dengan orang Isarel, diberikan Hukum Taurat yang harus ditaati.  Namun orang Israel gagal dalam menaati Hukum maka covenant juga menjadi gagal dalam mencapai tujuan Allah.   Dalam New Covenant, Allah tidak akan menaruh hukum-Nya di atas batu, tetapi menuliskannya di dalam hati umat-Nya.  Umat-Nya akan menaati hukum-Nya, karena ada hubungan baru antara mereka dengan Allah.
            Old Covenant diakhiri dengan perasaan yang mengecewakan karena umat gagal dalam melihara covenant.  Tetapi dibalik semuanya itu, jauh di depan ada suatu pengharapan, suatu hari yang baru, dimana Tuhan akan membuat suatu gerakan penebusan yang besar dan menawarkan suatu New Covenant yang berlaku efektif.
            Ketika mengadakan Perjamuan Terakhir (Last Supper) dengan para murid, Yesus menjelaskan rancanangan New Covenant.  Tentang hal itu menjadi lebih jelas dengan pernyataan Paulus bahwa: “. . . Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti dan sesuad itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku! Demikian juga Ia mengambil cawan sesudah makan, lalu berkata: Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimateraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku” (1 Korintus 11:23-25).
            Dibawah ikatan Old Covenant, umat-Nya memiliki beban pergumulan (persoalan) dalam menaati Hukum Taurat, dan mereka sungguh gagal menaatinya.  Sedangkan dalam New Covenant, Allah tidak hanya memberikan syarat/hukum untuk ditaati umat-Nya, tetapi Ia juga memberi kuasa yang sanggup mengubah (mentransformasi) kehidupan umat-Nya sehingga dapat memelihara covenant.  Tranformasi kehidupan itu adalah kelahiran baru.  Kelahiran baru adalah perubahan sumber kehidupan; perubahan nilai-nilai.  Dalam khotbah di bukit, Yesus berkata: “Karena dimata hartamu berada, disitu juga hatimu berada” (Matius 6:21).  Terjadi perubahan atau tranformasi kehidupan umat dari dalam (the transformasi of inner life), dan Allah mengaruniakan Roh Kudus ke atas setiap umat-Nya sehingga umat-Nya dapat hidup dalam persekutuan yang intim dengan Allah.
            Nampak dengan jelas bahwa nature moral Allah tidak mengalami perubahan.  Ia adalah Allah yang kudus, benar, adil dan penuh belaskasihan.  Dia tidak pernah gagal dalam memperlengkapi umat-Nya sehingga mampu merefleksikan karakter moral-Nya dalam sikap dan perbuatan.  Sikap dan perbuatan umat harus sejalan dengan karakter moral Allah.  Masih dalam khotbah di bukit, Yesus berkata: “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan  hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya” (Matius 5:17).  Selanjutnya, Yesus berkata: “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” (Matius 5:48).  Etika dan moral kehidupan adalah sangat mendasar karena etika dan moral Allah.  Berbeda jauh dengan Old Covenat, dalam New Covenant Allah memberikan kemampuan sehingga umat-Nya dapat mencapai tujuan Allah; umat dapat hidup sesuai dengan karakter moral Allah; dapat hidup sesuai dengan kehendak-Nya.
            Dengan datangnya New Covenant, maka Old Covenant telah digenapi.  Covenant itu menjadikan kita memiliki hubungan intim dengan Allah; suatu hubungan yang baru dengan Allah.  Dan kita memulai perjalanan hidup yang linier, perjalanan menuju akhir dimana pada waktu itu “kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya” (1 Yohanes 3:2).  Dalam covenant ini, Allah memberikan kasih dan anugrah yang tanpa syarat.  Tidak ada kekuatan manapun yang mampu memutus hubungan kita dengan Allah.  Jaminan yang demikian membuat hati kita penuh dengan damai sejahtera, akan tetapi dalam ikatan covenant dengan Allah, kita memiliki kewajiban untuk hidup patut sesuai dengan Injil-Nya. Maka dalam New Covenant kita dapat meminta berkat-berkat sesuai dengan janji-janji Allah, namun kita juga harus menerima kewajiban-kewajiban yang menyertainya.  Mari kita hidup dalam hubungan baru dengan Allah dalam ikatan New covenant.
IV
STRUKTUR DAN DIMENSI COVENANT

A.  STRUKTUR COVENANT
            Struktur yang menggambarkan perkembangan covenant dari Old Covenant hingga New Covenant secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut:

COVENANT ALLAH DAN NUH
1.      Janji: Kejadian 6:18; 8:20-21; 9:1-17
(Bersifat universal, Tanda : pelangi)




COVENANT ALLAH DAN ABRAHAM
1.Janji: Kejadian 12:1-3; 15:7-12
2. Kewajiban: Kejadian 17:1-21  (Sunat)




COVENANT ALLAH DAN MUSA (SINAI COVENANT)
1.      Janji: Imamat 26:44-45; Ulangan 29:22-30:10
2.      Kewajiban: Keluaran 19-24 dan seterusnya




COVENANT ALLAH DAN DAUD
1.      Janji: II Samuel 7:12-16; Mamur 89:3-5
2.      Kewajiban: 1 Raja-raja 2:3-4; 6:11-13; Mazmur 132:10-12; II Samuel 7:14.




NEW COVENANT
Yeremia 31:31-34; Ibrani 7-10.
Semua Covenant digenapi dengan sempurna:

   >     Covenant Abraham: Kita adalah keturunan Abraham oleh iman (Roma 2:27-29; 4;  Galatia 3; bdk Imamat 26:41; Bilangan 10:16; 30:6)

     >      Sinai Covenant: Kristus menyuruh kita dan Dia sendiri menggenapi Taurat, Hukum Taurat tertulis di dalam hati (Matius 5:17; Roma 10:4).

  >     Covenant Daud:  Yesus Kristus adalah keturunan Daud. Kristus adalah Raja kita (Matius 21:1; Wahyu 20:6).



B.  DIMENSI COVENANT

Covenant Allah dengan umat-Nya memiliki tiga unsur dasar.  Unsur-unsur itu ditemukan dalam setiap covenant yang dibuat Allah sejak Abraham.  Dimensi covenant itu mencakup unsur-unsur berikut:
1.      “Aku akan menjadi Allahmu.”  Allah sebagai yang berotoritas atau yang memegang kepemimpinan.  Hal ini diungkapkan Allah kepada:
a.       Abraham (Kejadian 17:7), Ishak (Kejadian 26:24), dan Yakub (Kejadian 28:13-14).
b.      Musa (Keluaran 29:46-46:; Ulangan 29:13).
c.       Daud (II Samuel 7:24).
d.      Yeremia (Yeremia 31:33; bdk. Ibrani 8:10), dan Yehezkiel (Yehezkiel 37:27).
2.      “Engkau akan menjadi umat-Ku.”   Ada hubungan yang intim dengan Allah.  Hal ini diungkapkan Allah kepada:
a.       Musa (Ulangan 7:6; 29:12-13).
b.      Daud (II Samuel 7:24).
c.       Yeremia (Yeremia 31:33), dan Yehezkiel (Yehezkiel 37:27).
3.      “Aku akan berdiam diantara engaku.”  Ada persekutuan dengan Allah.  Hal ini diungkapkan Allah kepada:
a.       Musa (Keluaran 29:45-46)
b.      Daud (II Samuel 7:5-14, bdk. KPR 7:44-49).
c.       Yehezkiel (Yehezkiel 37:27-28). 
New Covenant yang dijanjikan dalam Old Covenant (Yeremia 31:31-34)  telah digenapi di dalam diri Yesus Kristus (Ibrani 8:8-12).  Disebut New Covenat dalam pengertian bahwa covenant itu berbeda dalam kualitas dan sifat dasarnya.  Sifat dasar dari Old Covenant adalah menyangkut keadaan luar (eksternal), ditulis di atas loh-loh batu sedangkan New Covenant menyangkut bagian dalam (internal), ditulis dalam hati (lihat II Korintus 3:1-6).  Kualitas dari New Covenant lebih kuat daripada Old Covenant, karena jalan untuk berhubungan langsung dengan Allah tersedia di dalam New Covenant yakni melalui Yesus Kristus.  New Covenant dimateraikan oleh darah Yesus Kristus.  Perwujutan covenant tersebut secara sempurna diuraikan dalam Kitab Wahyu.

V
KESIMPULAN

            Dalam Alkitab secara jelas nampak bahwa hubungan Allah dengan manusia dideskripsikan dalam bentuk ikatan covenant.  Covenant itu adalah anugrah Allah, dan didasarkan kepada janji-janji-Nya.  Saya menyebutnya sebagai Covenant Allah yang kekal.  Itulah sebabnya, orang Kristen menyebut Alkitab sebagai Old Covenant dan New Covenant.
            Covenant itu adalah kehendak Allah yang mengasihi: “Aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umat-Ku” (Imamat 26:12).  Covenant itu dapat juga dilihat sebagai covenant keselamatan, dan segala sesuatu akan berlangsung di dalamnya.  Dengan ikatan covenant, manusia secara pribadi dapat bersekutu dengan Allah.
            Secara ringkas dapat dikatakan, Allah adalah pemberi covenant berdasarkan anugrahnya, dimana covenant itu adalah ikatan persekutuan antara Allah dengan umat-Nya.  Maka dari itu, umat-Nya sebagai penerima covenant harus menanaati firman Tuhan atau prasyarat yang ditetapkan-Nya.  Umat harus harus hidup kudus sebab Tuhan adalah kudus.  Supaya kudus, umat harus mengikuti ketetapan atau firman Tuhan.
            Ikatan covenant itu tidak terjadi secara alamiah tetapi diadakan Allah dalam sejarah, sebagaimana terlihat dalam covenant Allah dengan Nuh, Abraham, Musa, Daud, dan New Covenant.  Tujuan Allah dengan covenant adalah agar kehendak Allah terlaksana melalui umat pilihan-Nya.  Kehendak Allah adalah semua bangsa beroleh berkat, Allah menjadi Allah seluruh bumi dan seluruh umat manusia menjadi umat-Nya.  Dalam New Covenant yang dimateraikan oleh darah Yesus, umat manusia diundang untuk ambil bagian dalam ikatan covenant, memiliki persekutuan pribadi dengan Allah di dalam Yesus Kristus.